top of page

Setting Tempelan

Evinta Luthfi

Setting tempelan. Aku pertama kali dengar istilah ini dari guru SD-ku. Beliau bercerita mengenai banyaknya karya tulis anak Indonesia yang memiliki setting tempelan. Lantas, apa itu setting tempelan?

Misalnya seperti ini:

Ada sebuah cerita yang berlatar di Amerika. Si penulis menceritakab bahwa seorang tokoh utama di sana adalah bad boy yang hobi nongkrong di klub malam. Lalu, ada sebuah percakapan antara tokoh tersebut dengan pramutama bar.

“Mas, tolong beri aku segelas bir,” suruh si bad boy.

Eung… Well, jadi apakah ada sebutan “Mas” di Amerika? Tentu tidak. Oke, mungkin yang seerti ini tidak begitu diperhatikan oleh menulis. Yang lebih parah ialah ketika ada sebuah cerita dengan latar luar negeri yang bertokoh orang-orang luar negeri (bukan bercerita tentag orang-orang Indonesia yang datang ke sana), tetapi percakapan antartokoh menggunakan bahasa gaul orang Indonesia.

Oh, ayolah! Jangan mengada-ada hal yang tidak ada. Fiksi memang memberi kita kebebasan untuk menulis. Akan tetapi, logika dalamcerita harus terus dipertahankan. Untuk itu, melakukan semacam penelitian sebelum membuat cerita perlu dilakukan agar kita tidak salah. Kalau membaca kalian orang yang tidak tahu apa-apa, mungkin akan baik-baik saja. Akan tetapi jika pembaca kalian adalah orang yang tahu mengenai hal yang kalian tulis, bisa-bisa kalian ditertawakan. Lebih parah lagi, kalian akan dikritik habis-habisan.

Setting tempelan bukan hanya mengenai layar tempat seperti contoh-contoh yang aku berikan. Ada pula layar waktu.Misalnya ada suatu kisah yang mengambil layar waktu di Indonesia tahun 50-an. Setelah berbagai macam kejadian terjadi, ada suatu adegan di mana seorang tokoh perempuan mengeluarkan telefon genggam untuk menelfon teman lelakinya merupakan anak konglomerat untuk datang segera. Lalu, teman tersebut datang menggunakan Ferrari 488 GTB.

Bagi pembaca yang tak tahu pasti akan menerima kisah tersebut mentah-mentah. Sebagian mungkin kagum atau iri karena si perempuan dijemput dengan mobil keren oleh si laki-laki. Tetapi, pembaca yang cerdas tidak mungkin seperti itu. Sebab di tahun 50-an telefon genggam bukanlah hal yang biasa di Indonesia. Tahun segitu Indonesia masih baru merdeka! Masih banyak krisis. Masa iya ada warga yang punya telefon genggam? Bukankah mereka masih menggunakan surat atau telegram untuk berkomunikasi jarak jauh? Terlebih tokoh itu di jemput dengan produk Ferrari yang pada tahun itu belum diproduksi, apalagi didistribusikan ke Indonesia.

Jadilah penulis serta pembaca yang cerdas, oke? Semoga bermanfaat dan menambah wawasan. Sampai jumpa.

[Bocoran]

Kapan-kapan kita bahas tentang logika dalam sebuah cerita ;)

bottom of page